الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءً ۖوَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ 22
Tafsir Kemenag
Allah swt menerangkan bahwa Dia menciptakan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, menurunkan air hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan menjadikan tumbuh-tumbuhan itu berbuah. Semuanya diciptakan Allah untuk manusia, agar manusia memperhatikan proses penciptaan itu, merenungkan, mempelajari dan mengolahnya sehingga bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan sesuai dengan yang telah diturunkan Allah. Dengan jelas Allah menerangkan dalam ayat ini terutama pada bagian yang mengungkapkan Dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan.
Dengan terang Allah menyebutkan bumi, langit dan benda-benda langit, seperti matahari dan bintang-bintang adalah ciptaan Allah yang merupakan satu kesatuan dan semuanya diatur dengan satu kesatuan sitem yang dalam ilmu pengetahuan modern disebut ekosistem. Selama belum dirusak oleh tangan-tangan manusia yang memperturutkan hawa nafsunya, semua berjalan dengan tertib dan teratur.
Laut yang luas yang disinari panas matahari kemudian menyebabkan uap air yang banyak. Uap air ini naik ke atas menjadi awan dan mendung, kemudian disebarkan oleh angin ke seluruh permukaan bumi, sehingga uap air yang banyak sekali ini di atas gunung-gunung menjadi dingin dan kemudian menjadi titik-titik dan menjadi hujan dapat mengairi permukaan bumi yang luas, bukan hanya timbul hujan di atas laut, tetapi juga di darat, karena bantuan angin yang menyebarkannya.
Disebabkan hujan yang turun dari langit itu kemudian bumi menjadi subur, berbagai tanaman buah, sayur, biji-bijian serta ubi dan sebagainya tumbuh dan memberikan banyak manfaat bagi manusia dan semua makhluk di bumi. Di samping itu, turunnya hujan juga menimbulkan sungai, danau dan sumur terisi air serta memperluas kesuburan bumi. Hutan yang lebat juga membantu menyalurkan air dalam bumi, membantu menyalurkan udara segar, menyejukkan udara yang panas dan memelihara kesuburan bumi.
Manusia dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengetahui kapan banyak turun hujan dan kapan jarang hujan atau bahkan sama sekali tidak ada hujan, berdasarkan letak bintang di langit maupun peredaran angin. Juga dapat diketahui di mana berkumpulnya ikan-ikan di laut yang banyak sekali jenis dan ragamnya, bahkan ke mana burung-burung pergi pada musim-musim tertentu dapat diketahuinya.
Berikut penjelasan saintis/ilmuan tentang langit sebagai atap: Atap untuk sebuah bangunan terutama diperlukan agar penghuni yang tinggal di dalamnya terhindar dari hujan dan panas matahari. Dalam konteks ayat di atas langit sebagai atap adalah perumpamaan yang ditujukan untuk bumi tempat kita hidup.
Setiap saat, bumi dihujani benda angkasa yang antara lain adalah meteorit. Akan tetapi, sampai saat ini bumi tidak porak poranda. Hal ini disebabkan bumi diselimuti oleh gas atau udara yang bernama atmosfer. Sebelum sampai ke bumi, meteorid akan terpecah belah dan hancur saat memasuki atmosfer. Sebelum sampai ke atmosfer sinar yang dipancarkan matahari pun memecahkan meteorid yang ada. Radiasi sinar matahari inilah yang dapat meledakkan meteorid dalam perjalanannya ke bumi dan kemudian diserap oleh lapisan ozon. Dengan demikian atmosfer dan lapisan ozon merupakan selubung pengaman atau dengan kata lain boleh disebut sebagai atap bagi bumi. Bumi tidak mungkin dihuni oleh makhluk hidup tanpa adanya atap tersebut. Ayat lain yang menyatakan hal yang sama adalah al-Anbiya'/21: 32 yang artinya:
Dan Kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara, namun mereka tetap berpaling dari tanda-tanda (kebesaran Allah) itu (matahari, bulan, angin, awan dan lain-lainnya). (al-Anbiya'/21: 32)
Tebal atmosfer mencapai 560 kilometer, diukur dari permukaan bumi. Penelitian mengenai atmosfer dimulai dengan menggunakan fenomena alam yang dapat dilihat dari bumi, seperti warna-warna indah saat matahari terbit dan terbenam, dan kilapan cahaya bintang. Dalam tahun-tahun belakangan ini, dengan menggunakan peralatan canggih yang ditaruh dalam satelit di luar angkasa, kita dapat mengerti lebih baik mengenai atmosfer dan fungsinya untuk bumi.
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kehidupan di bumi didukung oleh tiga hal, yaitu adanya atmosfer, adanya energi yang datang dari sinar matahari, dan hadirnya medan magnet bumi.
Atmosfer diketahui menyerap sebagian besar energi sinar matahari, mendaur ulang air dan beberapa komponen kimia lainnya, dan bekerjasama dengan muatan listrik dan magnet yang ada untuk menghasilkan cuaca yang nyaman. Atmosfer juga melindungi kehidupan bumi dari ruang angkasa yang hampa udara dan bersuhu rendah.
Atmosfer terdiri atas lapisan-lapisan gas yang berbeda-beda. Empat lapisan dapat dibedakan berdasarkan perbedaan suhu, perbedaan komposisi bahan kimia, pergerakan-pergerakan bahan kimia di dalamnya, dan perbedaan kepadatan udara. Keempat lapisan tersebut adalah Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, dan Thermosfer, atau dapat pula dibagi menjadi tujuh seperti yang dijelaskan pada al-Baqarah/2: 29.
Komposisi gas di atmosfer terutama terdiri atas nitrogen (78%), oksigen (21%) dan argon (1%). Beberapa komponen yang sangat berpengaruh pada iklim dan cuaca juga hadir, meski dalam jumlah yang sangat kecil seperti uap air (0,25%), karbondioksida (0,036%) dan ozone (0,015%)
Perihal angin, awan dan air hujan
Hubungan angin dan awan yang kemudian menghasilkan hujan dapat dijelaskan dengan melihat pada siklus air. Siklus air berlangsung mulai penguapan air laut yang membubung ke atas menjadi awan lalu turun ke bumi dalam bentuk tetes air hujan, kemudian air yang turun dalam bentuk hujan itu kembali lagi ke laut melalui sungai dan air bawah tanah. Al-Qur'an tidak menyebut secara rinci siklus air seperti itu, akan tetapi, banyak ayat yang menjelaskan beberapa bagian dari proses keseluruhannya secara sangat akurat. Antara lain dua ayat di bawah ini.
Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka gembira. (ar-Rum/30: 48)
Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya, dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (an-Nur/24: 43)
Kedua ayat di atas menggambarkan tahapan-tahapan pembentukan awan yang menghasilkan hujan, yang dalam gilirannya, merupakan salah satu tahap dalam siklus air. Dengan melihat lebih cermat kedua ayat di atas maka tampak nyata adanya dua fenomena. Pertama adalah penyebaran awan dan lainnya adalah penyatuan awan. Dua proses yang berlawanan terjadi sehingga awan hujan dapat dibentuk. Dua proses yang disebutkan dalam Al-Qur'an ini baru ditemukan oleh ilmu meteorologi modern sekitar 200 tahun yang lalu.
Ada dua tipe awan yang dapat menghasilkan hujan. Keduanya dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu stratus (tipe berlapis) dan cumulus (tipe menumpuk).
Pada tipe awan yang berlapis, dua tahapan penting yang terjadi adalah tahap awan tipe stratus dan nimbostratus (nimbo artinya hujan). Ayat pertama di atas (ar-Rum/30: 48), secara sangat jelas memberikan informasi mengenai formasi awan yang berlapis. Tipe awan semacam itu hanya akan terbentuk dalam kondisi angin yang bertiup secara bertahap dan secara perlahan menaikan awan ke atas. Selanjutnya, awan tersebut akan berbentuk seperti lapisan-lapisan yang melebar ("Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit.....").
Apabila kondisinya cocok, (antara lain jika suhu cukup rendah dan kadar air cukup tinggi) maka butir-butir air akan menyatu dan menjadi butiran-butiran air yang lebih besar. Kita dapat melihat proses tersebut sebagai menghitamnya awan. Dalam terjemahan Quraish Shihab, bagian ini disebutkan sebagai: "......dan menjadikannya bergumpal-gumpal....". Namun dalam terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Inggris, bagian ini diterjemahkan sebagai: ".... and makes them dark...". Akhirnya, butiran air hujan akan jatuh dari awan: ".....lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya....".
Tipe awan yang kedua yang dapat menghasilkan hujan adalah tipe awan yang bertumpuk-tumpuk. Awan ini terbagi berdasarkan bentuknya dalam beberapa nama, yaitu cumulus, cumulonimbus dan stratocumulus. Awan ini ditandai oleh bentuknya yang bergumpal-gumpal dan saling bertumpuk. Cumulus dan cumulonimbus adalah tipe awan yang bergumpal-gumpal, sedangkan stratocumulus tidak bergumpal, sedikit menipis dan melebar. Ayat kedua (an-Nur/24: 43) menjelaskan pembentukan tipe awan ini.
Awan tipe ini dibentuk oleh angin keras yang mengarah ke atas dan ke bawah ("....bahwa Allah menggerakkan awan..."). Dalam terjemahan Al-Qur'an bahasa Inggris, bagian ayat ini diterjemahkan sebagai: "...drives clouds with force...". Mendorong awan dengan kuat. Ketika gumpalan awan terjadi, mereka menyatu menjadi gumpalan awan raksasa, bertumpuk-tumpuk satu sama lain. Pada titik ini, awan cumulus atau cumulonimbus sudah dapat menghasilkan air hujan.
Kalimat selanjutnya dari ayat ini, nampaknya menggambarkan secara khusus terjadinya cumulonimbus, suatu keadaan awan yang dikenal dengan nama awan badai. Tumpukan gumpalan awan yang menjulang ke atas ini apabila di lihat dari bawah mirip dengan bentuk gunung. Dengan menjulang tinggi ke angkasa maka butir air yang sudah terbentuk akan membeku menjadi butiran es ("..... .lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya, dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung...."), Awan cumulonimbus juga menghasilkan ciptaan Tuhan yang sangat berharga, yaitu halilintar ("...kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.")
Ayat lain yang terkait dengan siklus air yang bertalian dengan tahap lain di luar hujan adalah Surah Gafir/23: 18 yang artinya sebagai berikut:
Dan Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan pasti Kami berkuasa melenyapkannya. (Gafir /23: 18)
Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa air hujan diserap oleh tanah tapi tidak hilang. Artinya air tanah masih dapat dialirkan. Dua ayat di bawah ini juga menggambarkan cara aliran air, yaitu aliran permukaan (ar-Ra'd/13: 17) dan aliran air tanah (az-Zumar/39: 21) yang artinya demikian:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan. (ar-Ra'd/13 : 17)
Apakah engkau tidak memperhatikan, bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu diatur-Nya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkannya “tanaman tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian dijadikan-Nya hancur, berderai-derai. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi yang mempunyai akal sehat. (az-Zumar/39: 21)
Banyak ayat lainnya dalam Al-Qur'an yang membicarakan mengenai siklus air, seperti Gafir /40:13; al-Mu'minūn /23: 18; al-Furqan/25: 48; al-'Ankabut/29: 63, dan lainnya. Semua ayat-ayat tersebut menyatakan hal yang bersinggungan dengan berbagai ayat yang diacu di muka. Beberapa ayat lainnya juga berbicara mengenai air, namun dengan konteks yang berbeda, seperti yang dapat dilihat dalam surah al-Waqi'ah/56: 68-70 yang artinya:
Pernahkah kamu memperhatikan air yang kamu minum? Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami menjadikannya asin. Mengapa kamu tidak bersyukur? (al-Waqi'ah/56: 68-70)
Ayat yang berupa kalimat pertanyaan ini menekankan akan ketidak berdayaan manusia dalam mimpi yang paling tua yaitu mengontrol hujan. Fakta memperlihatkan bahwa hujan buatan tidak akan dapat diadakan apabila awan dengan kondisi tertentu tidak tersedia. Awan tersebut harus memiliki berbagai partikel dalam kadar tertentu, kadar air yang tinggi yang dibawa angin yang naik ke atas, dan terdapat perkembangan tumpukan awan yang mengarah ke atas. Apabila semua karakter ini terdapat pada awan tersebut, barulah hujan buatan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, para ahli meteorologi masih mempertanyakan efektivitas cara ini.
Ayat yang berkenaan dengan siklus air selanjutnya adalah ayat yang menjelaskan mengenai sungai-sungai besar dan lautan.
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar dan segar dan yang lain asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tertembus. (al-Furqan/25: 53)
Deskripsi sungai besar, muara sungai besar dan laut diwartakan dalam bentuk rasa airnya oleh ayat di atas. Di muara sungai atau estuari, terjadi penggabungan air tawar dan air asin. Namun cara bercampurnya sangat unik. Air tawar yang ditumpahkan ke laut akan tetap tawar sampai jauh ke tengah laut, sebelum benar-benar bercampur dengan air asin. Percampuran terjadi jauh dari mulut sungai di tengah laut.
Satu ayat lagi terkait (tidak langsung) dengan turunnya hujan adalah at-tur/52: 44 yang artinya:
Dan jika mereka melihat gumpalan-gumpalan awan berjatuhan dari langit, mereka berkata: Itu adalah awan yang bergumpal-gumpal. (at-tur /52: 44)
Ayat ini turun untuk menjawab tantangan dari beberapa orang kafir agar Nabi Muhammad menjatuhkan langit di kepala mereka. Mereka menduga bahwa langit adalah lempengan atau kepingan yang menjadi atap dunia. Allah tidak menjawab tantangan mereka di sini dan menjelaskan bahwa mereka hanya akan menemukan awan. Sesuatu yang tidak akan dapat dimengerti oleh mereka pada saat itu.
Orang-orang beriman hanya diperintahkan Allah untuk menjaga konservasi alam ini, karena banyak orang-orang kafir dan durhaka yang menyalahgunakan ilmu pengetahuan untuk merusak alam. Orang beriman sebagai khalifatullah fil ardh bertugas memelihara lingkungan hidup dan memanfaatkannya untuk mencapai kemanfaatan hidup sehingga kesejahteraan dan kebahagiaan dapat dinikmati dan disyukuri oleh setiap manusia. Karena Allah yang memberikan nikmat-nikmat itu, maka manusia wajib menyembah Allah saja.
Allah memberikan semua nikmat itu agar manusia bertakwa dan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang hamba Allah.
Tugas-tugas itu dapat dipahami dari firman Allah:
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (adz-dzariyat/51: 56)
Allah swt menguji manusia dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya, dengan firman-Nya:
Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. ¦( al-Mulk/67: 2)
Karena manusia telah mengetahui perintah-perintah itu dan mengetahui tentang keesaan dan kekuasaan Allah, maka Allah memberi peringatan, "Janganlah manusia menjadikan tuhan-tuhan yang lain di samping Allah dan jangan mengatakan bahwa Allah berbilang."
Sumber: Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia